Bagaimana Perbandingan Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional

Avatar of news.Limadetik
Bagaimana Perbandingan Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional
FOTO: Ilustrasi/google

Oleh : Sonya Hotmalinda
Universitas Muhammadiyah Malang
Fakultas Ekonomi dan
Bisnis – Prodi Akuntansi

Seiring dengan meningkatnya rasa keberagamaan masyarakat Muslim menjalankan syariah Islam dalam kehidupan social-ekonomi, semakin banyak institusi bisnis islam yang menjalankan kegiatan operasioanal dan usahanya yang berlandaskan prisip syariah. Untuk mengelola institusi islam ini diperlukan pencatatan transaksi dan pelaporan keuangan. Pencatatan akuntasi dan pelaporan keuangan dengan karakteristik tertentu yang sesuai dengan syariah. Pencatatan transaksi dan pelaporan keuangan yang diterapkan pada instusi bisnis islam inilah yang kemudian berkembang menjadi akuntasi syariah. Definisi Akuntansi Syariah menurut Karim (1990) ialah merupakan bidang baru dalam studi akuntasni yang dikembangkan berlandaskan niali-nilai, etika dan syariah Islam, oleh karenanya dikenal juga sebagai Akunatsi Islam.

Dalam perkembangannya, akuntansi secara konvensional dipahami sebagai satu set prosedur rasional yang digunakan untuk menyediakan informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan dan pengendalian. akutansi bukanlah suatu bentuk ilmu pengetahuan dan praktek yang bersifat tidak bebas nilai (non-value-free), tetapi sebaliknya ia adalah disiplin dan praktek yang bebas dengan nilai (value-free). Dari beberapa tujuan laporan keuangan, nampak jelas bahwa akutansi konvensional sangat dipengaruhi oleh konsep kapitalis. Hal ini dikarena perhatian utamanya adalah hanya sebatas memberikan informasi yang bertumpu pada kepentingan stockholders dan entity-nya dan belum sampai pada taraf akuntabilitas. Tujuan dasar akuntansi sebagai alat penyampai informasi dan akuntabilitas hanya benar-benar bisa tercapai apabila akuntansi dan para akuntan itu sendiri diikat oleh “seperangkat aturan” yang mempunyai nilai lebih dari sekedar seperangkat aturan ciptaan manusia.

Laporan keuangan yang berbasiskan shari’ah mempunyai “ruang dan peluang” tersendiri untuk bisa dipertanggungjawabkan baik secara horisontal dan vertikal. Karena ia diikat oleh aturan aturan baku akutansi (shari’ah) dan juga diikat oleh aturan-aturan agama sebagai basis dan ruh dari sifat akutansi shari’ah itu sendiri. Jelasnya, akutansi shari’ah mempunyai kelebihan “keterpercayaan” dan akuntabel dalam penyampaian informasi dan akuntabilitas keakuratannya sehingga keputusan maupun kebijakan yang akan diambil bisa benar-benar dipertimbangkan karena sesuai dengan kondisi riil sebenarnya dibandingkan akutansi konvensional. Tujuan dasar akuntansi sebagai alat penyampai informasi dan akuntabilitas hanya benar-benar bisa tercapai apabila akuntansi dan para akuntan itu sendiri diikat oleh “seperangkat aturan” yang mempunyai nilai lebih dari sekedar seperangkat aturan ciptaan manusia.

Akutansi shari’ah telah memberikan nilai pencerahan dan menyelamatkan masa depan akutansi. Karena Islam mendudukkan pada setiap pekerjaan dalam sebuah organisasi ataupun individu dengan nilai “ibadah”. Ibadah dalam bentuk individu akan berbuah pada ibadah sosial. Ibadah sosial akan membentuk individu-individu yang beribadah. Sehingga tujuan dasar dari akutansi sebagai alat penyampai informasi bisa benar-benar mempunyai nilai akuntabilitas yang tinggi dan bisa diambil kebijakan selanjutnya dalam pengendalian sebuah organisasi yang dilaporkan. Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu yang mencoba mengkonversi bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai transaksi dan dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan laba.

Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya jual-beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu akan ada ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang, baik yang telah terjual maupun yang belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untuk menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh. Komponen laporan keuangan entitas Syariah meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, laporan perubahan dana investasi terikat, laporan sumber dan penggunaan dana zakat, laporan sumber dan penggunaan dana qardh dan catatan atas laporan keuangan. Sedangkan komponen laporan keuangan konvensional tidak menyajikan laporan perubahan dana investasi terikat, laporan sumber dan penggunaan dana zakat serta laporan sumber dan penggunaan dana qardh.