Opini  

Korupsi Penyakit Kronis yang Harus Secepatnya Diobati

Avatar of news.Limadetik
Korupsi Penyakit Kronis yang Harus Secepatnya Diobati
FOTO: Diah Annisa' Elmaita

Korupsi Penyakit Kronis yang Harus Secepatnya Diobati

Oleh : Diah Annisa’ Elmaita
Prodi : Akuntansi
Fakultas: Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Malang

____________________________

OPINI – Korupsi merupakan penyakit kronis yang selalu mengancam keutuhan negara. Korupsi tidak hanya merugikan pemerintah tetapi juga masyarakat. Hampir semua negara di dunia mengakui bahwa korupsi itu ada, namun korupsi di Indonesia adalah salah satu yang paling meresahkan. Mencari solusi memberantas korupsi sebenarnya tidak sulit, namun serius menerapkannya menjadi tantangan tersendiri.

Korupsi di Indonesia berasal dari struktur kekuasaan yang kaku dan buram. Pemerintah terkadang lupa bahwa tugasnya adalah melayani masyarakat, bukan untuk menjadi kaya. Mengambil kekuasaan dan tidak mengelola dengan baik milik publik dan melenyapkan rasa aman bagi masyarakat. Tak heran, korupsi selalu berjalan beriringan dengan otoritarianisme.

Korupsi di Indonesia sudah mencapai tingkat yang memprihatinkan. Tidak hanya dalam pengelolaan proyek-proyek pemerintah dan publik, tetapi juga di sektor swasta dan partai politik. Ini adalah sumber utama ketidakstabilan dan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah.

Korupsi juga menjadi penyebab ketidakstabilan. Salah satu akibat korupsi adalah terganggunya stabilitas ekonomi dan sosial. Ini bisa berupa investasi modal yang lebih rendah, produktivitas yang lebih rendah, pengangguran dan bahkan kerugian ribuan atau bahkan jutaan rupee. Korupsi juga menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap pejabat pemerintah yang dipandang tidak mampu memberikan keadilan kepada masyarakat. Korupsi juga merupakan faktor penting dalam keresahan sosial-politik.

Ketidakpuasan publik terhadap kinerja pejabat atau pejabat yang korup bisa disamakan dengan ekstremis, apalagi jika dilihat sebagai pelanggaran hukum dan masalah moral. Korupsi juga menjadi penyebab rendahnya kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat. Pejabat seharusnya menjamin kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat, tetapi dalam kondisi korup mereka menjadikan negara sebagai alat pengayaan diri dan masyarakat menjadi korban.

Korupsi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya :

1. Peluang :
Korupsi terjadi ketika orang memiliki kesempatan untuk mencuri uang atau barang yang berhubungan dengan pekerjaan atau jabatannya. Hal ini terjadi baik di sektor publik maupun swasta.

2. Tidak jujur :
Tingkat korupsi cenderung tinggi di negara-negara dengan integritas rendah. Sebaliknya, di negara yang tingkat kejujurannya tinggi, tingkat korupsinya cenderung rendah.

3. Mencari uang :
Beberapa percaya bahwa korupsi disebabkan oleh orang yang merasa terlalu bergantung pada uang. Orang mungkin merasa terjebak dengan hutang yang besar atau mereka merasa tidak dapat memenuhi kebutuhannya dengan pendapatan yang mereka terima, sehingga mereka memutuskan untuk mencuri.

4. Sistem hukum yang lemah :
Korupsi juga bisa terjadi karena lemahnya sistem hukum negara. Jika peraturan tidak ditegakkan atau pelaku korupsi tidak diberi sanksi berat, akan sulit membendung korupsi.

5. Kekuasaan :
Orang yang memiliki kekuasaan dan wewenang terkadang merasa bahwa pengaruh mereka lebih besar daripada hukum atau aturan. Hal ini membuat mereka merasa terlindungi dan tidak disalahkan ketika melakukan korupsi.

6. Kesenjangan sosial:
Korelasi yang kuat antara korupsi dan kemiskinan. Orang yang hidup dalam kemiskinan mungkin merasa terdorong untuk melakukan praktik korupsi untuk memenuhi kebutuhan mereka.

7. Kurangnya transparansi :
Transparansi dalam manajemen program, penganggaran, dan kinerja publik sangat penting untuk memerangi penipuan. Penggunaan transparansi bertujuan untuk memberikan informasi yang cukup kepada publik tentang proses atau mekanisme dan kriteria pelaksanaan program atau penggunaan dana publik. Minimalkan korupsi atau kurangi kemungkinan pelanggaran.

Dari beberapa faktor di atas, menurut saya hal tersebut tidak dapat menjadi alasan seseorang untuk melakukan korupsi. Karena sejak awal pemerintah atau pelaku korupsi sudah diberi kepercayaan oleh masyarakat untuk mengelola sistem pemerintahan dengan baik dan memberi pelayanan yang baik untuk masyarakat, bukan malah mengkonsumsi uang rakyat untuk kepentingan mereka sendiri.

Mengatasi korupsi dapat dilalui dengan kesadaran bermasyarakat. Menurut saya, langkah-langkah pencegahan korupsi harus dimulai dengan kesadaran masyarakat. Masyarakat harus menjadi agen perubahan, mengembangkan kesadaran sipil dan tanggung jawab sosial. Pendidikan politik di sekolah dan keluarga hendaknya fokus pada pengembangan nilai-nilai keterbukaan, kesetaraan dan partisipasi aktif bersama untuk meningkatkan kualitas hidup.

Masyarakat harus lebih dilibatkan dalam pengawasan lembaga negara. Partisipasi aktif masyarakat dapat meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pejabat. Warga juga harus didorong untuk terbuka terhadap kritik dan saran yang membangun. Hal ini dapat dicapai dengan mengembangkan media sosial sebagai wadah partisipasi masyarakat. Selain itu, pemerintah harus melaksanakan reformasi struktural dan kelembagaan.

Reformasi ini berupa sistem yang transparan dan bertanggung jawab yang tidak mentolelir korupsi. Penegakan hukum harus ditingkatkan dengan meningkatkan kapasitas aparat penegak hukum. Ke depan, PNS atau pejabat yang terbukti melanggar aturan dan etika bisnis tidak lagi diperbolehkan menduduki jabatan penting.

Jadi dapat disimpulkan bahwa korupsi merupakan penyakit kronis sistem negara. Banyak hal yang dapat menjadi penyebab terjadinya korupsi tetapi menurut saya banyak hal juga yang nanti dapat mengurangi bahkan membasmi pelaku ekonomi. Korupsi juga menjadi penyebab terganggunya stabilitas ekonomi negara karena tidak hanya mempengaruhi sistem ekonomi pemerintah tetapi juga merusak perekonomian nasional.
___________________________________________________________________

Disclaimer: Seluruh isi tulisan pada artikel/Opini adalah tanggung jawab penulis sepenuhnya, media tidak bertanggung jawab atas akibat yang ditimbulkan