JEMBER, Limadetik.com – Pondok Pesantren Nurul Muta’allimin telah memasuki usia 44 tahun. Di usia yang hampir setengah abad ini, Ponpes Nurul Muta’allimin tetap eksis dan terus bertransformasi dari eksklusif ke Pesantren inklusif berbasis kearifan lokal dengan sistem pendidikan yang terintegrasi yaitu kombinasi tradisional-modern. Serangkaian acara digelar dalam rangka memperingati Milad yang ke- 44 tahun. Rangkaian acara berupa Haul Masyayikh, Tasyakuran Asrama Santri Putra, Dzikir, Doa, dan Sholawat bersama Majelis Nurul Shalawat di halaman Pondok Pesantren Nurul Muta’allimin, Tisnogambar, Bangsalsari, Jember, Minggu (04/4/2021)
Kegiatan Milad ke- 44 terasa istimewa karena dihadiri pengasuh Ponpes Nurul Muta’allimin KH. Toha Mumajjad Nur, Dewan pengasuh Gus Mashudi, Gus Ahmad Farid, Gus Misbahul Munib, Gus Mu’ad Ar-rozi, Gus Yazid, Gus Muzammil, Gus Adrik Muqorrobin, dan Dewan A’wan Ponpes Nurul Muta’allimin Gus Mochammad Thoha, para santri serta alumni Ponpes Nurul Muta’allimin.
Hadir pula Habib Abdullah Bin Alwi Alhamid yang didaulat menyampaikan tausiyah sekaligus membacakan Maulid Simtudduror. Rangkaian acara juga dilaksanakan sesuai protokol kesehatan, seperti mencuci tangan, menggunakan masker, dan menjaga jarak.
Dalam sambutannya, Gus Mochammad Thoha, S.IP., Dewan A’wan Ponpes Nurul Muta’allimin menuturkan, milad ke- 44 adalah momentum untuk terus bertransformasi dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan pesantren Nurul Muta’allimin sehingga lulusan Pesantren bisa menjawab tantangan zaman yang semakin kompleks.
“Di era digitalisasi ini Pesantren harus adaptif dan responsif terhadap arus modernisme, Pesantren harus tampil lebih terbuka merespon dinamika zaman, apalagi di era disrupsi yang meniscayakan ruang digital sebagai kebutuhan mutlak. Artinya kita jangan menutup diri agar tidak digilas oleh perubahan zaman modern,” kata mantan pengurus Bakornas LAPMI PB HMI itu
Lebih lanjut, lulusan Ilmu Politik Fisip Universitas Muhammadiyah Jakarta itu menegaskan, Pesantren Nurul Muta’allimin tak cukup sekadar mencetak ulama atau kiai, tetapi sudah saatnya melahirkan santri yang interpreneurship serta memiliki skiil yang kompetitip. “Bagi saya pesantren tidak harus melulu “memprin out” atau memproduksi ulama atau kiai tetapi dari Pesantren ini harus lahir seorang tekhnokrat, pengusaha, politisi, maupun birokrat di Pemerintahan,” ujarnya
Menurut mantan Pengurus Pusat Ikatan Pelajar Nadhlatul Ulama (PP-IPNU) periode 2015-2018 ini, Pesantren seyogyanya juga harus membina dan melatih santri untuk berwirausaha sehingga memiliki kemandirian ekonomi. Jika hal itu dilakukan tentu bisa berkontribusi bagi pembangunan ekonomi nasional.
“Sekarang pemerintah memfasilitasi Pesantren melalui program santri preneur. Para santri dilatih dan dibekali skill kewirausahaan sehingga setelah lulus bisa menjadi interpreneur hebat, maka platform santri preneur ini kita maksimalkan untuk melatih santri dalam hal kewirausahaan,” ucapnya
Diakhir sambutannya, Gus Thoha mengucapkan terimaksih yang tak terhingga kepada para alumni dan simpatisan yang ikut berpartisipasi dalam setiap kegiatan dan kepentingan Pesantren Nurul Muta’allimin. “Dari lubuk hati yang dalam saya katakan sangat terharu dan bangga kepada para alumni yang masih meluangkan waktunya untuk memenuhi undangan Milad Pesantren Nurul Muta’allimin meskipun saya tau kesibukan kalian sangat padat,” pungkasnya.
(hasin/yd)