Perkembangan Pembiayaan Mudharabah pada Masa Pandemi di Indonesia

Perkembangan Pembiayaan Mudharabah pada Masa Pandemi di Indonesia
FOTO: Ilustrasi

OLEH: Wieka Tama Widhi Syahputra
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

Pandemi pada saat ini telah mempengaruhi aspek kehidupan, terutama dibidang ekonomi, secara global dunia mengalami perlambatan ekonomi dikarenakan pandemi covid-19 saat ini, bahkan beberapa negara mengalami krisis ekonomi Pada tahun 2019, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,02%(www.bps.go.id, diakses 27Januari 2021). Kondisi tersebut merupakan periode sebelum terjadinya pandemi covid-19. Pada masa pandemi covid-19, kinerja ekonomi Indonesia tahun 2020 mengalami kontraksi sebesar 2,2%.

Bank adalah suatu usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan pinjaman/kreditdan atau bentuk lainnya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat (Irmayanto, 2011).Peran bank tersebut sangat penting dalam perekonomian karena memfasilitasi bagian pelaku ekonomi yang surplus dana ke bagian pelaku ekonomi yang defisit dana, termasuk dalam meningkatkan dunia usaha, pertumbuhan ekonomi, dan membantu kebijakan moneter pemerintah Bank Syariah berbeda dengan Bank Konvensional dalam hal kompensasi bagi nasabah.

Bank Syariah menggunakan sistem bagi hasil antara debitur dan kreditur dan bank dalam perhitungan biaya dan pendapatan (Irmayanto, 2011). Penyaluran pembiayaan pada bank umum syariah terdapat dua produk utama yang dijalankan, yaitu pembiayaan dengan prinsip bagi hasil seperti musyarakah dan mudharabah serta pembiayaan dengan prinsip jual beli atau murabahah (Setyaji dan Musharoh, 2018).

Dalam bank syariah, pertumbuhan uang bukan dengan memberikan bunga yang didapat dari pengelola bank seperti yang dilakukan bank konvensional, namun dengan adanya sistem bagi hasil yang diterapkan bank syariah. Sistem bagi hasil adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dan pengelola dana. Mengutip dari Wahedinvest, dalam keuangan syariah, sistem ini mengacu pada dua sistem, yaitu musyarakah dan mudharabah.

Pembiayaan syariah dalam perbankan syariah terdiri atas empat kategori, yaitu pembiayaan bagi hasil, piutang, pembiayaan sewa (ijarah), dan salam. Pembiayaan mudharabah termasuk dalam kategori pembiayaan bagi hasil. Pembiayaan mudharabah adalah perjanjian pembiayaan/penanaman dana dari dua atau lebih pemilik dana dan/atau barang untuk menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang disepakati, sedangkan pembagian kerugian berdasarkan proporsi modal masing-Masing (OJK, 2021).

Mudharabah berasal dari kata ad-Dharb fil Ardh yang artinya safar untuk berdagang. Bentuk mudharabah adalah akad dua pihak yang satu pihak sebagai pemodal, sementara pihak yang lain sebagai pengelola modal, dengan pembagian keuntungan sesuai porsi yang disepakati (Baits, 2018).

Mudharabah juga didefinisikan sebagai perjanjian pembiayaan/penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya (OJK, 2021).

Dampak yang terjadi pada sektor perbankan salah satunya adalah banyaknya para debitur yang mengalami default atau gagal bayar. Salah satu faktornya disebabkan adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan beberapa daerah sehingga berdampak pada kegiatan perekonomian. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hal tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan kebijakan restrukturisasi pada pembiayaan bermasalah pada perbankan.

Kebijakan yang dikeluarkan oleh OJK mempunyai tujuan untuk menekan angka rasio Non Performing Financing (NPF) yang berpotensi dihadapi oleh para debitur yang terdampak pandemic Covid-19. Didalam kebijakan tersebut, para debitur yang mengalami penunggakan pembiyaan baik berupa pokok pinjaman maupun bagi hasilnya atau masuk katagori kurang lancer sampai dengan macet, maka pembiayaanya akan direstrukturisasi oleh pihak bank, dengan cara menambah pokok pinjaman ataupun menambah jangka waktu pinjaman Jumlah pembiayaan mudharabah pada masa pandemi, periode Maret-Desember 2020, berbeda nyata (α=5%) dibandingkan jumlah pembiayaan mudharabah pada periode Maret-Desember 2019.

Jumlah pembiayaan mudharabah tahun 2020 sebesar rata-rata Rp12,27 triliun per bulan lebih kecil dibandingkan jumlah pembiayaan mudharabah tahun 2019 yang rata-rata sebesar Rp13,83 triliun per bulan. Indikator utama dalam permasalahan pembiayaan syariah yaitu non performing financing/NPF, yang merupakan jumlah porsi pembiayaan yang masuk dalam kategori macet atau bermasalah. Pada periode Maret-Desember 2019, non performing financing/NPF yang mewakili masa sebelum pandemi covid-19, menunjukkan nilai rata-rata Rp734 Miliar per bulan atau setara dengan 5,33%.

Sedangkan, pada periodeMaret-Desember2020, non performing financing/NPF yang mewakili masa pandemi covid-19, menunjukkan nilai rata-rata Rp442 Miliar per bulan atau setara dengan 3,59%. Penurunan tingkat NPF selaras dengan penurunan jumlah pembiayaan mudharabah pada periode terkait.

Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja pembiayaan mudharabah perbankan syariah nasional pada masa pandemi covid-19 berbeda nyata dengan masa sebelumnya. Perbedaan nyata tersebut adalah bahwa rata-rata kinerja pembiayaan akad mudharabah
perbankan syariah nasional pada masa sebelum pandemi covid-19 (Maret-Desember 2019) lebih besar daripada saat masa pandemi covid-19 (Maret-Desember 2020).

Penurunan jumlah pembiayaan mudharabah pada tahun 2020 merupakan fenomena yang menggambarkan tekanan pandemi covid-19 pada aktivitas ekonomi nasional dan global. Kondisi penurunan jumlah pembiayaan mudharabah pada masa pandemi covid-19 dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Kebijakan manajemen bank syariah menjadi faktor utama dalam hal penyesuaian alokasi pembiayaan mudharabah kepada pola pembiayaan yang lain. Manajemen bank syariah memiliki kewenangan internal dalam mengalokasikan pembiayaan dalam rangka mengelola risiko pembiayaan.

Faktor lain penyebab menurunnya pembiayaan mudharabah pada periode masa pandemi covid-19 tahun 2020 dapat berasal dari nasabah yang berinisiatif untuk keputusan mengurangi pengajuan pembiayaan akad mudharabah akibat kondisi pandemi covid-19 Salah satu contoh adalah BCA Syariah. Pembiayaan pada BCA Syariah selama bulan Januari hingga bulan April 2020 terus mengalami peningkatan, tetapi terjadi penurunan pada dari bulan April ke bulan Mei 2020. Maka dapat disimpulkan, Bank BCA Syariah ditengah pandemic covid pembiayaanya terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan meski sempat mengalami penurunan. Hal tersbeut menunjukan Bank BCA Syariah tetap bertahan ditengah pandemic covid19.

Strategi yang digunakan oleh Bank BCA Syariah dalam mengahadapi pandemic covid-19 adalah Bank BCA Syariah tetap menerapkan proses screening calon debitur secara selektif guna mencegah nasabah gagal bayar. Cara yang digunakan salah satunya adalah mengukur omzet perusahaan calon debitur tanpa mempertimbangkan usahan calon debitur terdampak pandemic covid atau tidak. Strategi lain yang dilakukan oleh Bank BCA Syariah terkait aktivitas pembiayaanya adalah memilih sektor-sektor yang masih aman (tidak terdampak covid-19) untuk asesmen risiko yang lebih ketat.