Serahkan LKPP Tahun 2020, BPK Ungkap Utang Indonesia Sentuh Rp. 6.000 Triliun

Baru-baru ini, Badan Pemeriksa Keungan atau yang dikenal publik dengan sebutan BPK mengeluarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat atau LKPP untuk tahun 2020.

OLEH: Harti Novika Wiradhika
Mahasiswa Akuntansi, Universitas Muhammadiyah Malang

Baru-baru ini, Badan Pemeriksa Keungan atau yang dikenal publik dengan sebutan BPK mengeluarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat atau LKPP untuk tahun 2020. Dari hasil laporan tersebut, pihak BPK mengaku khawatir dengan utang Indonesia yang saat ini sudah mencapai sekitar ribuan triliun Rupiah.

Hal ini diketahui setelah Ketua BPK, Agung Firman Sampurna menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan terkait LKPP tahun 2020 dan juga Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester tahun 2020 kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Puan Maharani pada Selasa, 22 Juni 2021.

LHP LKPP dan IHPS yang diserahkan saat Sidang Paripurna DPR berlangsung di Senayan tersebut mengungkap jumlah utang Indonesia yang sudah melebihi batas. Tidak tanggung-tanggung, kini utang yang dimiliki oleh pemerintah Indonesia mencapai angka Rp 6.000 triliun.

Utang Pemerintah Sudah Melampaui Batas yang Direkomendasikan
BPK menyebut jika jumlah utang Indonesia yang sudah mencapai ribuan triuliu tersebut sudah melebihi rekomendasi yang telah ditetapkan oleh International Debt Relief. Sebagai tambahan informasi, pihak dari International Debt Relief sendiri hanya merekomendasikan rasio utang sebesar 92% hingga 176%, sedangkan Indonesia bahkan sudah mencapai angka 369%.

Hal ini juga bertentangan dengan rekomendasi Dana Moneter International yang hanya memberikan batasan penerimaan utang sebesar 90% hingga 150% saja. Tetu saja angka utang Indonesia ini membuat pihak BPK ketar-ketir dan khawatir tidak dapat melunasinya. Dalam rigkasan eksekutif yang dikeluarkan oleh pihak BPK disebutkan pula bahwa penambahan utan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia ini telah melewati pertumbuhan PDB.

Faktanya, jumlah utang Indonesia yang tercatat per April 2021 adalah sebesar Rp 6.527,29 triliun. Jumlah ini setara dengan 41,18% terhadap PDB yang ada.

“Tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga melampaui pertumbuhan PDB dan penerimaan negara yang memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan kemampuan pemerintah untuk membayar utang dan bunga utang,” rinci BPK lewat keterangan eksekutif yang dikeluarkan pada Rabu, 23 Juni 2021.

Terkait dengan hal ini, BPK ternyata juga membeberkan catatan tentang indikator kesinambungan fiskal tahun 2020 di mana jumlahnya sudah mencapai 4,27%. Jumlah tersebut telah melebihi batas yang ditetapkan oleh The International Standards of Supreme Audit Institutions 5441 yang mengharuskan prosentasenya di bawah 0%.

Firman Agung Sampurna juga menginformasikan bahwa pemeriksaan LKPP tahun 2020 ini merupakan kedua kalinya pihaknya melakukan pemeriksaan di tengah-tengah masa pandemi. Kendati demikian, pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK sudah sesuai dengan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara serta perundang-undangan yang berlaku.

Lebih lanjut, pandemi Covid-19 yang masih berlangsung hingga saat ini ternyata juga memiliki pengaruh terhadap utang yang dimiliki oleh pemerintah. Dalam rinciannya, BPK menyebutkan bahwa adanya pandemi juga berpengaruh dalam peningkatan defisit, utang serta SILPA negara. Kondisi yang demikian juga mempengaruhi peningkatan risiko pengelolaan fiskal.

Prosedur Pemeriksaan LKPP Tahun 2020.
Sebagai tambahan informasi, pembuatan LKPP oleh BPK merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban terkait pelaksanaan APBN yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Adapun pertanggungjawaban tersebut terdiri dari tujuh aspek laporan keuangan, yakni: Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas serta Catatan atas Laporan Keuangan.

Tidak hanya itu, dalam kesempatan yang sama, Firman Agung Sampurna selaku Ketua BPK juga menjelaskan bahwa pemeriksaan LKPP periode tahun 2020 ini bertujuan untuk memberikan pendapat atas kewajaran LKPP dengan memperhatikan empat aspek. Adapun empat aspek tersebut, yaitu: Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintah, Kecukupan pengungkapan, Kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan,, serta Efektivitas Sistem Pengendalian Intern.

Fajar juga mengungkap jika pemeriksaan dari LKPP periode Tahun 2020 tersebut juga melibatkan pemeriksaan pada 86 LKLL dan 1 LKBUN. Tidak terkecuali pemeriksaan yang dilakukan pada tingkat Kuasa Pengguna Anggaran BUN dan badan usaha operator belanja subsidi. Ia juga menambahkan bahwa pemeriksaan LKPP pada periode tahun 2020 sudah dibuat sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan sehingga opininya adalah Wajar Tanpa Pengecualian.

Pemeriksaan Pada PC-PEN
Dalam kesempatan yang sama, pihak BPK juga menyerahkan IHPS semester II untuk periode tahun 2020. IHPS atau Ikhtisar Hasil Pemeriksaan merupakan hasil rangkuman dari 559 Laporan Hasil Pemeriksaan. Pada IHPS II tahun 2020 ini juga merangkum hasil pemeriksaan terkait penanganan pandemi Covid-19 serta Pemulihan Ekonomi Nasional.

BPK menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap Pemulihan Ekonomi Nasional atau PC-PEN merupakan salah satu bentuk kepedulian BPK. BPK juga menyebutkan bahwa pemeriksaan terhadap PC-PEN juga menjadi bukti bahwa BPK turut aktif dalam mengawal pengelolaan keuangan negara secara transparan, akuntabel dan juga efektif.

Pemeriksaan terhadap PC-PEN juag dilakukan menggunakan tiga kerangka berdasar risk based comprehensive audit. BPK juga mengungkapkan bahwa total alokasi anggaran yang digunakan untuk PC-PEN sebanyak Rp 933,33 triliun. Sedangkan yang baru terealisasi sebanyak 64% atau sebesar Rp 597,06 triliun saja.