Transaksi Jual beli Menggunakan Murabahah

Transaksi Jual beli Menggunakan Murabahah
FOTO: Ilustrasi

Oleh: Erick Sebastian (201810170311460)

Dalam perkembangan zaman yang semakin canggih ini segala aspek kehidupan menjadi semakin maju tidak terkecuali rasa religiusitas masyarakat Muslim terutama di Indonesia yang menjalani hidup dengan bersyariah. Masyarakat Muslim di Indonesia semakin sadar akan pentingnya hidup syar’i dan hal tersebut merambat pada sosial-ekonomi seperti kegiatan jual beli.

Hal tersebut didukung dengan munculnya berbagai bank syariah yang ada di Indonesia seperti Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, Bank Bukopin Syariah, Bank BRI Syariah, dan sebagainya. Sehingga transaksi dengan sistem syar’i menjadi lebih mudah karena sudah tersedia lembaga keuangan syariah yang dijamin oleh negara. Transaksi dengan sistem syariah telah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW seperti yang telah tertuang dalam fiqih muamalah.

Dalam fiqih muamalah terdapat berbagai akad mengenai jual beli salah satunya adalah Murabahah dimana dalam akad ini harga asal dan keuntungan telah diketahui dan disepakati oleh kedua belah pihak sebelumnya. Pembiayaan pada akad Murabahah dijalankan dengan basis ribhun (laba) melalui jual beli secara tunai maupun cicilan. Pada lembaga keuangan syariah seperti bank syariah dan koperasi syariah transaksi Murabahah menggunakan sistem penyaluran dana dimana lembaga keuangan syariah menjadi penjual dan para nasabah menjadi pembeli, akan tetapi lembaga keuangan syariah bukanlah perusahaan dagang sehingga barang disediakan ketika ada pesanan dari nasabah.

Terdapat 2 jenis Akad Murabahah yang pertama adalah transaksi jual beli dengan pemesanan barang terlebih dahulu oleh lembaga keuangan syariah yang dapat dilakukan dengan mewakilkan pada pihak lain atau biasa disebut dengan wakalah atau kepada nasabah sendiri. Dengan kata lain nasabah tidak mendapat uang secara tunai dari lembaga keuangan syariah melainkan lembaga keuangan syariah memesankan barang dengan mengatasnamakan nasabahnya. Transaksi Murabahah boleh dilaksanakan jika barang sudah terbeli dan transaksi ini disebut dengan murabahah bil wakalah atau Akad Murabahah dengan Pesanan. Transaksi dengan jenis ini dapat bersifat mengikat maupun tidak mengikat. Selanjutnya terdapat Akad Murabahah tanpa pesanan dimana penjual dapat membeli barang tanpa adanya pesanan dari pembeli dahulu dan sifat dari akad ini adalah tidak mengikat.

Untuk membedakan sifat akad dapat dilihat dari cirinya dimana jika mengikat nasabah yang telah melakukan pemesanan tidak dapat membatalkan pesanan dan harus membayar barang yang telah dipesan dan apabila barang yang telah dibeli sebelum diberikan pada nasabah nilainya berkurang sehingga membuat nilai akad menjadi berkurang dan hal tersebut menjadi tanggung jawab penjual. Sedangkan jika yang tidak mengikat nasabah dapat membatalkan barang yang telah dipesan oleh penjual atau pembeli tidak wajib membayar barang yang akan dibeli.

Sehingga transaksi yang dilakukan dengan lembaga keuangan syariah dengan bank konvensional berbeda. Jika dengan bank konvensional transaksi pinjam meminjam menggunakan bunga sebagai keuntungan sedangkan lembaga keuangan syariah menggunakan keuntungan margin. Peminjaman menggunakan bunga sebagai dasar keuntungan dilarang dalam Islam karena bunga termasuk dalam riba.

Landasan hukum transaksi Murabahah berasal dari Q.S. Al-Baqarah: 275, yang berbunyi “Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. Juga pada Q.S. An-Nisa: 29 yang artinya, “hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu makan harta sesamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu“. Terdapat syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi dalam menjalankan transaksi Murabahah seperti yang tercantum dalam Fatwa MUI Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 mengenai Murabahah yaitu:
1. Ketentuan Umum Murabahah Bank Syari’ah:
a. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
b. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syaria’ah Islam.
c. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
d. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
e. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan denganpembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
f. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
g. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
h. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
i. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah ahrus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.

2. Ketentuan Murabahah kepada Nasabah:
a. Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu barang atau aset kepada bank.
b. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
c. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan janji yang telah disepakatinya, karena secara hukum janji tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.
d. Dala mjual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pmesanan.
e. Jika nasabah menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut.
f. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.
g. Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka
 Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga.
 Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar keruugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.

3. Jaminan dalam Murabahah:
a. Jaminan dalam Murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya.
b. Bank dapat meminta ansabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang.
4. Utang dalam Murabahah:
a. Secara prinsip, penyelesaian utang nasabah dalam transaksi murabahah
tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah
dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual
kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap
berkewajiban untuk menyelesaikan utangnya kepada bank.
b. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa ngsuran berakhir,
ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya.
c. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, ansabah tetap
harus menyelesaikan utangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh
memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu
diperhitungkan.

5. Penundaan Pembayaran dalam Murabahah:
a. Nasabah yang tidak memiliki kemapuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian utangnya.
b. Jika nasabah menunda-nunda pembayran dengan sengaja, jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

6. Bangkrut dalam Murabahah:
Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan utangnya, bank harus menunda tagiha nutang sampai ia menjadi sanggup kembali, atai berdasarkan kesepakatan.

Kelebihan menggunakan transaksi dengan Akad Murabahah dibanding transaksi lainnya:

1. Keuntungan langsung diketahui dan diketahui secara jelas di awal transaksi saat melakukan perjanjian kedua pihak.
2. Margin keuntungan Murabahah bersifat tetap sesuai dengan eksepakatan kedua belah pihak.
3. Transaksi utang dengan Murabahah memiliki resiko yang rendah karena tidak berhubungan dengan kondisi usaha nasabah meskipun untung maupun rugi dan transaksi utang-piutang wajib diselesaikan oleh nasabah sesuai perjanjian yang sudah disepakati.

Manfaat yang didapatkan menggunakan Akad Murabahah antara lain:
1. Dapat digunakan sebagai pemenuh modal usaha, investasi maupun pembiayaan yang bersifat konsumtif seperti angsuran rumah, kendaraan, dan sebagainya.
2. Dapat digunakan sebagai pembiayaan produktif seperti mesin produksi, alat kantor, dan sebagainya.
3. Cara, proses pembayaran, dan jangka waktu pembayaran sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.